Friday, July 23, 2010

“RENA TAK AKAN BERHENTI MENULIS”


"Tugasmu Mana Ren??” Tanya Anya. Rena mengeluarkan sebuah flashdisc lucu yang ia tambah sendiri dengan pita, lalu mengulurkan benda itu pada sahabatNya. “Sip deh! Ntar ‘Nya Masukin ke compi sekolah” jawab gadis Manis dengan lesung pipit itu. Rena tersenyum seraya menyisir rambut dengan jari-jari tangannya. Kedua anak itu tersenyum. Mereka bahagia. Walaupun butuh banyak waktu untuk melupakan kejadian itu.

Tepatnya setahun yang lalu. Mama Rena didiagnosa memiliki penyakit yang cukup parah. Tak seperti yang dibayangkan Rena sebelumnya. Leukemia itu membuat Rena kehilangan orang yang ia sayangi. Rena memang dari keluarga yang sangat berkecukupan. Bahkan lebih. Tetapi mereka sekeluarga tak pernah berpikir bahwa uang itu tak dapat menyembuhkan orang penting dalam keluarga mereka. Begitu pula dengan Anya. Bersekolah di SMP SANTO YOSEF sangat membuat mereka gembira. Masuk ekstra Majalah sekolah. Dengan guru yang kerab mereka panggil Bu Naning itu. Rena bangga dengan bAnyak prestasi yang ia buat. Ia memang pandai menulis. Itulah yang membuat seseorang merasa paling bangga. Mamanya. Tapi Tuhan berkehendak lain.

*Bel pulang sekolah berdering. Rena dan Anya keluar bersama-sama dari kelas 9d itu setelah menyalami guru bahasa inggris mereka. “See you tomorrow Ma’am” ujar Rena pada Ma’am Shita. Ma’am Shita tersenyum. Mereka berdua berjalan menuruni tangga di gedung baru. Kemudian meninggalkan halaman sekolah melewati lapangan dengan riuh anak-anak yang sudah keluar kelas sebelum mereka. Handphone Rena yang baru saja dinyalakan saat meninggalkan kelas tadi, berbunyi. Tertulis di desktop HPnya, “CeCe_Kuh”. Ia memencet tombol answer kemudian meletakkan handphone itu ditelingAnya. Terdengar suara parau dari seberang sana. “Ren, Mama Masuk UGD” isak gadis yang adalah kakak Rena itu. Anya yang tak mengerti apa-apa serentak kaget karena Rena menjatuhkan HPnya tiba-tiba ke tanah. Badan Rena kaku. Ia tak dapat bergerak. Ia berdiri dengan pandangan mata yang kosong. Anya memegang pundak tubuh gadis itu. Mengguncangnya, dan berusaha mengeluarkan sahabatnya itu dari lamunan anehnya. “ Oi, Ren! Kamu kenapa sih?? Ren? Reeennn?? Haloo?? Are you still there?,” Tanya Anya gelisah. “Mama Masuk UGD, Nya.” Jawabnya parau. Anya terdiam. Kaget. Shock. Tante yang selama ini ia bangga-banggakan, yang selaMa ini menjadi dambaannya. Yang dalam pikiranNya seseorang yang tegar dan dapat membina dengan baik keluarganya, menjadi sebuah keluarga yang begitu harmonis. Masuk UGD. Ia tak mengerti apa yang akan ia lakukan. Refleks ia menarik tangan Rena keluar dari lingkungan sekolah. Lari menuju jalan raya, dan menyetop sebuah taxi blue bird menuju RS. Dr soetomo.

Rena memandang keluar jendela. Ia melihat bagian terminal yang terpampang disebelah sekolahnya. Ramai. Banyak pengamen. Kotor. Jorok. Bau. Tapi Mamanya selalu mengajarkan padanya untuk berbelas kasih pada orang-orang tak punya disekelilingnya. Tak sadar air mata jatuh membasahi pipi bulatnya. Anya berkonsentrasi pada jalan. Gadis itu ingin segera melihat keadaan sosok yang sejak 2 tahun lalu ia panggil Mama karena kedekatannya dengan Rena. Taxi berhenti di loby rumah sakit. Anya menyeret Rena keluar lalu membayar taxi yang tadi mereka tumpangi. Mereka berdua segera lari ke kaMar UGD. Derap langkah mereka membuat orang-orang disekitarNya mengerti akan kejadian yang sedang terjadi.


Didepan UGD, Eve, kakak Rena sudah menunggu. Ia terisak. Om Reza, papa Rena, tak terlihat batang hdungnya. Rena menghampiri kakaknya, kemudian memeluk erat badan mungil itu. Eve mengeluarkan 2 lembar amplop surat. Yang satu sudah sangat acak-acakan. Yang satu lagi ia sodorkan pada adikNya. Anya menghampiri Rena. Memegang pundak gadis itu. Berusaha menenangkanNya. Rena terpaku pada amplop pemberian kakakNya. Disitu tertulis untuk ANNASTASYA RENA LIXEMBURG. Dan ia sangat mengenal tulisan itu. Tulisan MaManya. Ia menoleh kearah kakakNya yang MatAnya sudah sangat bengkak kaRena menangis. “Kakak diberi oleh suster didalam saat Mama sedang di operasi.” Jelas Eve. Air Mata Rena dan Anya menetes seMakin deras. Rena membuka amplop itu. Jelas tertulis tulisan MaManya membekas.

Buat anak MaMa tersayang…

Kamu mulai beranjak dewasa.. MaMa senang dengan perkembanganmu.. Teruslah berprestasi, nak. Maafkan MaMa tidak dapat meneMani Rena saat Rena sedang sedih. Atau bahkan saat Rena lagi-lagi memenangkan suatu lomba. MaMa bangga akan prestasimu, Ren. MaMa bangga dengan semua yang kamu lakukan saat MaMa Masih ada. Jangan jadikan kepergian MaMa ini suatu halangan untuk kamu berprestasi. Nurut saMa papa kamu. Cari pacar urusan belakangan. Selalu berdoa saMa Tuhan. Tuhan akan selalu besertamu. MaMa akan menjagamu dari surga. MaMa sayang kalian semua. TerMasuk Anya.

‘’ Jangan berhenti menulis, Rena”

Salam sayang,

MAMA

Rena terdiam. Air matanya menetes membaca surat itu. “Mana Mama?!” tanyanya pada Eve dengan suara serak menahan tangis. Eve hanya menggelengkan kepalanya. Tatapannya hanya menuju ke sepatu sekolahNya. “Nggaakkk… Nggak mungkiiinn… Nggaaakkk… Mamaaaaaaaa!!” tangisNya menjadi. Anya merapatkan diriNya pada Rena. Berusaha menenangkan gadis itu. Tangisnya pun pecah. Tak lagi dapat ia bendung.

Setahun berlalu tanpa ia sadari. Hari itu tepat setahun kepergian Mamanya. Papa Rena, Anya, Eve, dan Rena sendiri. Pergi ke Makam. Masing-Masing memberi sebuket bunga. Tapi tidak untuk Rena. Ia meletakkan sebuah buku yang sudah ia jilid dengan rapi. Dengan sampul buatanNya sendiri. “Rena tak akan berhenti menulis,” ujar gadis itu dalam hati. Raut mukanya tersenyum.*

“Oi, Ren! Ngelamun aja? Ntar kesambet loh!” kata Anya mengagetkan Rena. “Apa sih, Nya.. Ngagetin ajaaa… Uuuhh..” jawab Rena gemas dengan mencubit pipi Anya. Mereka bahagia. Sejenak dalam hati, Rena berkata kembali. “Rena tak akan berhenti menulis.. Ma..” end

Harus perbarui Blog ~

Akkhh Akhirnyaaa

Blog saiia harus ganti juga ..
Hiks ..
Setelah sekian lama merawat blog lama ..
huff ~
yasuda .

Keep FIGHT !
cayoo Sacchaann ~